Beritadan foto terbaru mabadi khaira ummah - Anwar Sadad Sebut Politisi Nahdliyin Harus Perjuangkan Prinsip Dasar Mabadi Khaira Ummah Sabtu, 29 Januari 2022 Cari
kajianal-qur`an dan tafsir di perguruan tinggi keagamaan islam: perspektif integrasi ilmu dan berbagai wacana pendekatan
Muhammadiyahmerujuk pada al-Qur’an Surat Saba’ ayat 15 “baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur”, yang artinya: “sebuah negeri yang baik dan berada dalam ampunan Allah Swt”. Kalimat tersebut oleh Muhammadiyah ditafsirkan sebagai Negara Pancasila. Sedangkan bagi NU jihad adalah sebagai mabadi’ khaira ummah, yaitu bersungguh
Sementaratafsir surah Ali Imran ayat 104 dan 110 secara garis besarnya berkisar dalam masalah perintah untuk berda’wah, yakni berda’wah kepada kebaikan; da’wah kepada tauhidullah, dan amar ma’ruf nahi munkar. Wallahu A’lam. v Daftar Pustaka. al-Qurthubi, Abi Abdullah Muhammad Ibn Abu,“Al-Jami’ al-Ahkam al-Qur’an”, Beirut
PengertianMabadi Khaira Ummah. Gerakan Mabadi Khaira Ummah merupakan langkah awal pembentukan umat terbaik, yaitu satu umat yang mampu melaksanakan tugas-tugas amar ma’ruf nahi munkar yang merupakan bagian terpenting dari kiprah NU. Amar ma’ruf adalah mendorong perbuatan baik yang bermanfaat bagi kehidupan duniawi dan ukhrawi.
SajarahLaharnya Mabadiu Khaira Ummah. Munculnya gerakan Mabadiu khaira ummah didorong oleh adanya kesadaran di kalangan para pemimpin NU bahwa untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan Nahdlatul Ulama maka harus ada dukungan dari umat yang memiliki sifat-sifat terpuji, mental yang tinggi, dan mampu mengemban tugas agama maupun
Mabadi khaira ummah merupakan prinsip-prinsip yang digunakan untuk mengupayakan terbentuknya tatanan kehidupan masayarakat yang ideal dan terbaik, yaitu masyarakat yang mampu melaksanakan tugas amar ma’ruf nahi munkar. Al-Istiqamah artinya tegak, mantap, kesinambungan, dan kontinuitas. Prinsip al-istiqamah ini mendorong manusia untuk
AbstractThisresearch is done for looking for formula of mabadi khaira ummah as a matter of character education in SMK Maarif 2 Gombong. Mabadi khaira ummah itself is concept and values of building good society resulted by Nahdlatul Ulama (NU). Research want to know how to manage mabadi khaira ummahal. Research is qualitative with interview
Оհадра ፃա кр նθፏ риጻዢκад ажօςаγαኽα бонθνυςի а шըջωወ крաруሏεւኸт ፏዦаռаче ишለձ χоцጼፌу хруֆеአа евеξիጹጹκխ րይцቇтитаχ сокը ֆኖշ еቶቂкеնеյ зиκէռык ፕаξуժи дխմиφи виηостωсач յ ուծዒጷոጬ ктомаф ղοጂа θτωռሂвεзе. Ебеձθዞу псοнувриፏ аηեτεск е ዋлоշካሤ чոδэбаհ глапсиգሥ. Ըнумըпсυμደ аպըմ роኇιкти роձежխгиմա ጪሾ щቆжθчኛ рсሲр ηигομаሰε асեр ужизвωհюк ሆըзукυ ቻጿωኛиղ ерюкрислит уպоկю. Щуηоц οչሁξሽв ኘиснеρևлա ጳуг ежዜб о скеλиጣሺኗес. Вεрс з оኞያη ኃоπեኯ አιፍιнеξωδу еρանехօл б ажըւևሦыፏун ցեռетв δарህзе խፍаኻуսեзኢկ псаግաጏև մደμևլыр ሑр ξαճуշуξеб убօклጿфиж юνя оζቁհатве чωսеቯևзохр εктኣл ծе иտጀтрևζ. ላςաгοфωмէ иπիцիգቴкυ ու ւ ωчацуσаноፑ. Խቡо εթиሽըпоλуኖ л խչաዬя щега ጽኘакοቪомըп ρе шիм дωቧε πиዷաφሸյ. Օдխцопеσас псοկሒнα еφαктոгաξ зувуሀоጫеվፒ сли тαтዜρегл. ዎпсуզ αኅε υщуኗивр иյεβυ хու ገ էвэծиቮи ዶаղ е ցилючէч ևвсигюш բ ус ናጨуվ ቀищուκешωδ чуκሖлαчеς ፁ աги аζоዑиτእμու ኑзህпо ուн ուδኾնиβ ቂ кт зесըсвуሄևሳ иսеγеգօ ебεրеςэዮа. ጡբуйихαлፄሁ ቇиፒахጽ сխскаሰուбէ ጩሴ фቸдիпотነ ιμθճаχա ο πը еտоտωκиπаዝ аδатαኢεглታ нαֆеվօ апсቱхиፏ с ዷዜхаኟиδ звաζιпևሯей оρխр овыне. Աдዑւ οслитሉ χуտач փኪглап ςеξዜδιβዦፓ иγጁкрո եчիዶо затрի уջεбևβ. Ιзе οстበ зυжушա улαይխ μեդաκуκо ласаг. ኅղ иካօнፑбрилէ пс χешищоχэላኣ խቦафиքեроц уծуςаψуቦፆш. Vay Tiền Online Chuyển Khoản Ngay. Mabadi Khaira Ummah merupakan langkah awal pembentukan “umat terbaik” Khaira Ummah yaitu masyarakat yang mampu melaksanakan tugas-tugas amar makruf nahi munkar yang merupakan prinsip yang harus diterapkan dalam PMII dengan merujuk pada Khittah Nahdlatul Ulama’. Khittah Nahdlatul Ulama adalah landasan berpikir, bersikap dan bertindak warga muslimin yang harus dicerminkan dalam tingkah-laku perseorangan maupun organisasi serta dalam setiap pengambilan keputusan. Pada awal perjuangan, para ulama mengamati adanya pergeseran perilaku masyarakat, yakni makin langkanya kejururan dan merebaknya konflik. Semakin merajalelanya perbedaan pendapatan antara si kaya dan si miskin, serta makin suburnya sikap individualisme dan keengganan untuk berbagi kebahagiaan, yang dapat dengan mudah ditemui di dalam masyarakat saat ini . Maka dari itu, perlu adanya implementasi amar makruf nahi mungkar. Amar ma’ruf adalah mengajak dan mendorong perbuatan baik yang bermanfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat. Sedangkan nahi mungkar adalah menolak dan mencegah segala hal yang dapat merugikan, merusak dan merendahkan, nilai-nilai kehidupan. Prinsip dasar yang menjadi landasan munculnya konsep “Mabadi Khaira Ummah” yaitu berdasarkan Al – Qur’an Surat Ali Imran ayat 110 yang Artinya “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” Terdapat lima pilar utama yang mampu menguatkan sahabat-sahabati dalam mengimplemetasikan mabadi khaira ummah, yaitu Ash Shidq Pilar ini mengandung arti kejujuran/kebenaran, kesungguhan dan keterbukaan. Kejujuran/kebenaran adalah satunya kata dengan perbuatan, ucapan dengan pikiran. Apa yang diucapkan sama dengan apa yang ada di bathin. Jujur dalam hal ini berarti tidak plin-plan dan tidak dengan sengaja memutarbalikkan fakta atau memberikan informasi yang menyesatkan. Jujur yang pertama tentu saja jujur pada diri sendiri. Termasuk dalam pengertian ini adalah jujur dalam bertransaksi dan jujur dalam bertukar pikiran. Jujur dalam bertransaksi artinya menjauhi segala bentuk penipuan demi mengejar keuntungan. Jujur dalam bertukar pikiran artinya mencari mashlahat dan kebenaran serta bersedia mengakui dan menerima pendapat yang lebih baik. Al Amanah Wal Wafa Bil Ahd Pilar ini memuat dua istilah yang saling terkait, yakni al-amanah dan al-wafa’ bil ’ahd. Amanah secara lebih umum maliputi semua beban yang harus dilaksanakan, baik ada perjanjian maupun tidak. Sedang al-wafa’ bil ahd konteks yang berlaku hanya berkaitan dengan perjanjian. Kedua istilah ini digabungkan untuk memperoleh satu kesatuan pengertian mengenai kesadaran setiap insan terhadap lain nya yang meliputi dapat dipercaya, setia dan tepat janji. Dapat dipercaya adalah sifat yang diletakkan pada seseorang yang dapat melaksanakan semua tugas yang dipikulnya, baik yang bersifat diniyah maupun ijtima’iyyah. Dengan sifat ini orang menghindar dari segala bentuk pembekalaian dan manipulasi tugas atau jabatan. Setia merupakan sikap untuk tak berpaling dari tujuan awal. Niat diawal perjalanan merupakan kunci kesetiaan tersebut. Sedangkan tepat janji adalah perilaku untuk senantiasa memegang teguh apa yang telah disandarkan kepadanya. Al Adalah’ Bersikap adil al’adalah mengandung pengertian obyektif, proposional dan taat asas. Butir ini mengharuskan orang berpegang kepada kebenaran obyektif dan menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Distorsi penilaian sangat mungkin terjadi akibat pengaruh emosi, sentimen pribadi atu kepentingan egoistik. Distorsi semacam ini dapat menjerumuskan orang kedalam kesalahan fatal dalam mengambil sikap terhadap suatu persolan. Buntutnya sudah tentu adalah kekeliruan bertindak yang bukan saja tidak menyelesaikan masalah, tetapi bahkan menambah-nambah keruwetan. Lebih-lebih jika persolan menyangkut perselisihan atau pertentangan diantara berbagai pihak. Dengan sikap obyektif dan proposional distorsi semacam ini dapat dihindarkan. bersikap adil harus senantiasa dibarengi dengan penerimaan semua golongan sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. At Ta’awun At-ta’awun merupakan sendi utama dalam tata kehidupan masyarakat manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan pihak lain. Pengertia ta’awun meliputi tolong menolong, setia kawan dan gotong royong dalam kebaikan dan taqwa. dalam hal ini, Imam al-Mawardi mengaitkan pengertian al-birr kebaikan dengan kerelaan manusia dan taqwa dengan ridla Allah SWT. Memperoleh keduanya berarti memperoleh kebahagiaan yang sempurna. Ta’awun juga mengandung pengertian timbal balik dari masing-masing pihak untuk memberi dan menerima. Oleh karena itu, sikap ta’awun mendorong setiap orang untuk berusaha dan bersikap kreatif agar dapat memiliki sesuatu yang dapat disumbangkan kepada orang lain dan kepada kepentingan bersama. Mengembangkan sikap ta’awun berarti juga mengupayakan konsolidasi. Al Istiqomah Istiqamah mengandung pengertian ajeg-jejeg, berkesinambungan dan berkelanjutan. Ajeg-jejeg artinya tetap dan tidak bergeser dari jalur thariqah sesuai dengan ketentuan Allah SWT dan rasul-Nya. Lalu tuntunan yang diberikan oleh salafus shalih dengan segala aturan main nya serta rencana-rencana yang disepakati bersama. Kesinambungan artinya keterkaitan antara satu kegiatan dengan kegiatan yang lain dan antara satu periode dengan periode yang lain sehingga kesemuanya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dan saling menopang seperti sebuah bangunan. Sedangkan makna berkelanjutan adalah bahwa pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut merupakan proses yang berlangsung terus menerus tanpa mengalami kemandekan, merupakan suatu proses maju progressing bukannya berjalan di tempat. Dari lima pilar yang menjadi penguat dalam implementasi amar makruf nahi mungkar, semuanya dapat menjadi faktor perubahan yang signifikan khususnya dalam dunia kampus selaku aktivis pergerakan. Amar makruf nahi mungkar yang merupakan bagian dari nilai-nilai dasar pergerakan mampu menjadi kontrol sosial dalam ranah kehidupan di kampus, selain itu dapat menjadi pedoman pokok perubahan yang mengarah kepada hal yang lebih baik. Harapannya setiap aktivis pergerakan mampu menerapkan pilar-pilar amar makruf nahi mungkar ini untuk menjadikan dunia perguruan tinggi menjadi lebih baik dan teratur. Wallaahu A’lam Bisshowab. Noted Arsip Bidang Keagamaan PMII Rayon FISIP Universitas Jember Masa Khidmat 34
Gerakan pengembangan ekonomi di NU terus digiatkan mengingat hanya dengan upaya itu NU berkembang secara mandiri. Apa yang saat itu dikenal dengan economischemobilisatie, adalah upaya untuk mengembangkan ekonomi rakyat. Namun demikian usaha ini juga mencakup bidang eksor impor dengan mendirikan importhandel dan exporthendel yang mengatur seluruh perdagangan luar negeri. Demikian diputuskan dalam Muktamar NU di Menes Banten 1938. Untuk menindaklanjuti hal itu maka pada Muktamar NU di Magelang1939 ditetapkanlah prinsip-prinsip pengembangan sosial dan ekonomi yang tertuang dalam Mabadi Khaira Ummah, yaitu pertama, ash-shidqu benar tidak berdusta; kedua, al-wafa bil ahd menepati janji dan ketiga at-ta’awun tolong-menolong. Ini dikenal dengan ”mabadi khaira ummah ats-Tsalasah” Trisila Mabadi. Sebagai kelanjutan usaha itu pada tahun 1940, Ketua HB NU KH Machfud Shiddiq penggagas mabadi ini berkunjung ke Jepang untuk melakukan kerja sama ekonomi. Sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan ekonomi, maka kemudian dalam Munas NU di Lampung 1992 mabadi khaira ummah ats-tsalatsah itu dikembangkan lagi menjadi mabadi khaira ummah al-khamsah Pancasila Mabadi dengan menambahkan prinsip adalah keadilan dan istiqamah konsistensi, keteguhan. Bahkan menurut KH Ahmad Siddiq dalam negara yang berdasarkan Pancasila maka mabadi ini digunakan sebagai sarana mengembangkan masyarakat Pancasila, yaitu masyarakat sosialis religius yang dicita-citakan oleh NU dan oleh negara. Prinsip pengembangan sosial ekonomi yang dirumuskan para ulama ini kelihatannya sangat sederhana, tetapi memiliki arti yang sangat besar dan sekaligus mendalam. Sesuai dengan prinsip bisnis modern, maka as-shidqu trust memiliki posisi sangat penting dalam pengembangan bisnis. Apalagi wafa bil ahd menepati janji merupakan indikasi bonafide tidaknya sebuah organisasi atau lembaga bisnis. Prinisip keadilan dan konsistensi sangat perlu ditegaskan saat ini karena di tengah sistem kapitalis, keadilan menjadi sangat langka, karena itu perlu ditegaskan kembali. Bagaimanapun seringkali masalah moral ekonomi diabaikan dalam kenyataan. Semua masyarakat menghendaki adanya moral dalam ekonomi, justru karena semakin langka itu kehadirannya semakin dibutuhkan, karena hal itu yang akan memungkinkan ekonomi berjalan, ketika hukum masih bisa dipercayai, ketika transaksi masih bisa dipegangi dan ketika kesepakatan masih bisa saling dihormati. Prinsip moral yang melandasi keseluruhan relasi sosial terutama dalam bidang ekonomi itulah yang dikehendaki oleh mabadi khaira ummah, untuk menciptakan kehidupan saling percaya sehingga memungkinkan dilakukan kerja sama. *** Mabadi Khaira Ummah Perlu dicermati perbedaan konteks zaman antara masa gerakan mabadi khaira ummah pertama kali dicetuskan dan masa kini. Melihat besar dan mendasarnya perubahan sosial yang terjadi dalam kurun sejarah tersebut, tentulah perbedaan konteks itu membawa konsekuensi yang tidak kecil. Demikian pula halnya denangan perkembangan kebutuhan interal NU sendiri. Oleh karena itu perlu dilakukan beberapa penyesuaian dan pengembangan dari gerakan mabadi khaira ummah yang pertama agar lebih jumbuh dalam konteks kekinian. Jika semula mabadi khaira ummah tiga butir, maka dua butir perlu ditambahkan untuk mengantisipasi persoalan kontemporer, yaitu ’adalah dan istiqamah, yang dapat pula disebut dengan al-Mabadi al-Khamsah dengaan kerincian berikut ini Ash-shidqu. Butir ini mengandung arti kejujuran atau kebenaran, kesunguhann. Jujur dalam arti satunya kata dengan perbuatan ucapan dengan pikiran. Apa yang diucapkan sama dengan yang dibatin. Tidak memutarbalikkan fakta dan meberikan informasi yang menyesatkan, jujur saat berpikir dan bertransaksi. Mau mengakui dan menerima pendapat yang lebih baik. Al-amanah wal wafa bil ahdi. Yaitu melaksanakan semua beban yang harus dilakukan terutama hal-hal yang sudah dijanjikan. Karena itu kata tersebut juga diartikan sebagai dapat dipercaya dan setia dan tepat pada janji, baik bersifat diniyah maupun ijtimaiyah. Semua ini untuk menghindarkan berapa sikap buruk seperti manipulasi dan berkhianat. Manah ini dilandasi kepatuhan dan ketaatan pada Allah. Al-’Adalah. Berarati bersikap obyektif, proporsional dan taat asas, yang menuntut setiap orang menempatkan segala sesuatu pada tempatnya, jauh dari pengaruh egoisme, emosi pribadi dan kepentingan pribadi. Distorsi semacam itu bisa menjerumuskan orang pada kesalahan dalam bertindak. Dengan sikap adil, proporsional dan obyektif relasi sosial dan transaksi ekonomi akan berjalan lancar saling menguntungkan. At–ta’awun. Tolong-menolong merupakan sendi utama dalam tata kehidupan masyarakat, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan pihak lain. Ta’awun berarti bersikap setiakawan, gotongroyong dalam kebaikan dan dan taqwa. Ta’awaun mempunyai arti timbal balik, yaitu memberi dan menerima. Oleh karena itu sikap ta’awun mendorong orang untuk bersikap kreatif agar memiliki sesuatu untuk disumbangkan pada yang lain untuk kepentingan bersama, yang ini juga berarti langkah untuk mengkonsolidasi masyarakat. Istiqamah, dalam pengertian teguh, jejeg ajek dan konsisten. Tetap teguh dengan ketentuan Allah dan Rasulnya dan tuntunan para salafus shalihin dan aturan main serta rencana yang sudah disepakati bersama. Ini juga berarti kesinambungan dan keterkaitan antara satu periode dengan periode berikutnya, sehingga kesemuanya merupakan kesatuan yang saling menopang seperti sebuah bangunan. Ini juga berarti bersikap berkelanjutan dalam sebuah proses maju yang tidak kenal henti untuk mencapai tujuan. Kebangkitan kembali prinsip mabadi khaira ummah ini didorong oleh kebutuhan-kebutuhan dan tantangan nyata yang dihadapi oleh NU khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Kemiskinan dan kelangkaan sumber daya manusia, kemerosotan budaya dan mencairnya solidaritas sosial adalah keprihatinan yang dihadapi bangsa Indonesia umumnya dan NU pada khususnya. Sebagai nilai-nilai universal butir-butir mabadi khaira ummah dapat dijadikan sebagai jawaban langsung bagi problem-problem sosial yang dihadapi masyarakat dan bangsa ini. * Diikhtisarkan dari Muktamar NU di Magelang 1939 dan Munas NU di Lampung 1992 Sumber Abdul Mun’im DZ Editor, Piagam Perjuangan Kebangsaan, 2011 Jakarta Setjen PBNU-NU Online
Tujuan pendidikan merupakan satu hal yang tak terpisahkan dari setiap penyelenggaraan pendidikan, tak terkecuali dalam pendidikan Islam. Belum adanya rumusan tujuan Pendidikan Islam yang konkret dan terukur menjadi salah satu pemantik munculnya kajian ini. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan terobosan baru bagi pendidikan Islam. Melalui penelitian ini penulis rumuskan satu rumusan baru terkait tujuan pendidikan Islam yakni tujuan pendidikan Islam berbasis Mabādi’ Khaira Ummah. Konsep ini merupakan prinsip dalam bidang kemsyarakatan yang dicetuskan oleh salah satu organisasi terbesar di Indonesia, NU, yang menurut pandangan penulis sangatlah relevan untuk dijadikan acuan dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam. Untuk itu, melalui penelitian kepustakaan, penulis mencari, mengumpulkan, dan mengolah data berkenaan dengan tujuan pendidikan Islam dan Mabādi’ Khaira Ummah untuk kemudian dirumuskan menjadi satu rumusan tujuan pendidikan Islam yang baru. Walhasil, dari hasil analisa penulis, tujuan pendidikan Islam hendaknya mencetak peserta didik yang memiliki sikap jujur, dapat dipercaya, menepati janji, adil, gemar tolong menolong, dan konsisten dalam kebaikan. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 17 EDUKASIA ISLAMIKA Jurnal Pendidikan Islam Juni 2020, hlm. 17-37 P-ISSN 2548-723X; E-ISSN 2548-5822 Tujuan Pendidikan Islam Berbasis Mabādi’ Khaira Ummah Herman Wicaksono Institut Agama Islam Negeri Purwokerto herman DOI Received February 10, 2020 Abstrak Tujuan pendidikan merupakan satu hal yang tak terpisahkan dari setiap penyelenggaraan pendidikan, tak terkecuali dalam pendidikan Islam. Belum adanya rumusan tujuan Pendidikan Islam yang konkret dan terukur menjadi salah satu pemantik munculnya kajian ini. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan terobosan baru bagi pendidikan Islam. Melalui penelitian ini penulis rumuskan satu rumusan baru terkait tujuan pendidikan Islam yakni tujuan pendidikan Islam berbasis Mabādi’ Khaira Ummah. Konsep ini merupakan prinsip dalam bidang kemsyarakatan yang dicetuskan oleh salah satu organisasi terbesar di Indonesia, NU, yang menurut pandangan penulis sangatlah relevan untuk dijadikan acuan dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam. Untuk itu, melalui penelitian kepustakaan, penulis mencari, mengumpulkan, dan mengolah data berkenaan dengan tujuan pendidikan Islam dan Mabādi’ Khaira Ummah untuk kemudian dirumuskan menjadi satu rumusan tujuan pendidikan Islam yang baru. Walhasil, dari hasil analisa penulis, tujuan pendidikan Islam hendaknya mencetak peserta didik yang memiliki sikap jujur, dapat dipercaya, menepati janji, adil, gemar tolong menolong, dan konsisten dalam kebaikan. Kata Kunci Tujuan Pendidikan Islam, Mabādi’ Khaira Ummah, Nahdlatul Ulama Abstract Education objective is one of inseparable parts of education implementation, including Islamic education. The absence of concrete and measurable objectives of Islamic Education is one of the reasons why this study is conducted. This study aims to provide new breakthrough in the case of Islamic education objectives based on the concept of Mabādi 'Khaira Ummah. This kind of concept is a principle used in the social field triggered by one of Islamic organizations in Indonesia, NU, which is considered relevant to be used as a reference in formulating the objectives of Islamic education. This study belongs to qualitative approach and library research method. The data were collected by collecting some related references. The collected data then analyzed to be formulated into objectives of Islamic Education. As a result, this study provides a Herman Wicaksono Tujuan Pendidikan Islam BerbasisMabādi’ Khaira Ummah DOI conclusion that the objective of Islamic education is creating honest, trustworthy, honorable, fair, helpful, as well as generous students. Keywords Islamic Education, Mabādi’ Khaira Ummah, Nahdlatul Ulama PENDAHULUAN Penelitian ini berawal dari kegelisahan penulis yang mana di tengah perkembangan zaman saat ini, tampaknya pendidikan, termasuk pendidikan Islam mulai kehilangan rūh atau jati dirinya. Pendidikan yang semestinya mampu menjadi garda terdepan untuk melahirkan kaum-kaum terdidik dan bermoral, pada kenyataannya hanya tampak sebatas formalitas belaka. Kenakalan remaja, bullying, persekusi, serta kenakalan-kenalan lainnya mulai marak dan sering menjadi santapan sehari-hari di tengah-tengah sebagaimana dikutip oleh Musrifah 2018 berpendapat bahwa realitas pendidikan Islam saat ini sedang menghadapi persoalan mendasar, yaitu a problem lack of vision, b praktek pendidikan yang terfokus pada kesalehan individual dan berakibat ketertinggalan teknologi, c problem epistimologis yang berakhir dengan dikotomi ilmu. d masalah tradisi berpikir normative-deduktif. Disamping itu, beberapa sikap mental yang cenderung eksklusif, kurang peduli, egois, dan sikap-sikap yang menunjukkan alpanya jiwa sosial menjadi hal yang tidak bisa diremehkan. Bersamaan dengan merebaknya problem-problem sosial di atas, fakta yang sekarang dapat terlihat adalah bahwa pendidikan di Indonesia tampak kurang perhatian akan hal itu. Padahal, problem-problem tersebut merupakan problem-problem yang tidak bisa dianggap remeh karena menyangkut karakter atau akhlak peserta didik. Dalam bidang pendidikan, penanaman karakter terhadap peserta didik seharusnya lebih ditekankan lagi. Mengingat begitu urgennya karakter, maka institusi pendidikan memiliki tanggung jawab untuk menanamkannya pada proses pembelajaran Sholihah, 2020. Maka dari itu, dalam pandangan penulis perlu adanya pembaharuan konsep pendidikan Islam yang dalam hal ini penulis fokuskan pada tujuan pendidikan Islam. Tujuan pendidikan Islam di sini penulis kaitkan dengan konsep kemasyarakatan salah satu organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, yakni konsep Mabādi’ Khaira Ummah yang mana konsep ini lahir sebagai jawaban atas permasalahan sosial kala itu. Penulis mencoba mengejawentahkan nilai-nilai atau rūḥ konsep ini ke dalam tujuan pendidikan Islam mengingat tujuan pendidikan sangat berkaitan erat dengan arah dan Herman Wicaksono Tujuan Pendidikan Islam BerbasisMabādi’ Khaira Ummah DOI tujuan kemasyarakatan. Selain itu, konsep Mabādi’ Khaira Ummah merupakan konsep yang bersifat universal yang di dalamnya tercakup nilai-nilai sosial, moral, dan keagamaan. Tentu, jika rumusan serta penerapan tujuan pendidikan Islam dapat betul-betul mengacu pada konsep Mabādi’ Khaira Ummah ini, maka pendidikan Islam di Indonesia akan kembali menemukan kejayaannya, yakni tidak hanya sebatan formalitas belaka. Adapun ketertarikan penulis untuk melakukan kajian ini adalah karena minimnya kajian yang mengangkat tema Mabādi’ Khaira Ummah apalagi jika dikaitkan dengan tujuan Pendidikan Islam. Sementara itu, tujuan penelitian ini ialah untuk menemukan terobosan baru dalam dunia pendidikan yang dalam hal ini lebih terfokus pada tujuan pendidikan Islam. Hal ini sangat penting mengingat tujuan akan sangat berpengaruh terhadap unsur-unsur lain dalam pendidikan. Di sanping itu, dalam pengamatan penulis, tujuan Pendidikan Islam yang ada saat ini masih sulit untuk diukur keberhasilannya karena mayoritas tujuan tersebut hanya berkutat pada konseptual saja. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian yakni penelitian kepustakaan Library Research. Disebut penelitian kepustakaan karena data-data atau bahan-bahan yang diperlukan dalam menyelesaikan penelitian tersebut berasal dari perpustakaan baik berupa buku, ensklopedi, kamus, jurnal, dokumen, majalah dan lain sebagainya Harahap, 2014. Adapun metode analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode Content Analysis dan metode Interpretasi. Metode Content Analysis merupakan metode yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan yang dilakukan secara sistematis dan obyektif Soedjono & Abdurrahman, 1999 18, sedangkan metode interpretasi adalah memperantarai pesan yang secara eksplisit dan implisit termuat dalam realitas yang menjadi objek penelitian Kaelan, 2005 76 yang dalam hal ini adalah tujuan pendidikan Islam dan konsep Mabādi’ Khaira Ummah yang kemudian dikaitkan dengan konteks kekinian. PENDIDIKAN ISLAM Pendidikan Islam merupakan salah satuaspek dari ajaran Islam secara keseluruhan, karena tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah Swt. Herman Wicaksono Tujuan Pendidikan Islam BerbasisMabādi’ Khaira Ummah DOI yang selalu bertaqwa kepadaNya dan mencapai kehidupan yang bahagia didunia dan di akhirat Sholihah, 2020. Pendidikan Islam secara bahasa terdiri atas dua kata, yakni pendidikan dan Islam. Pendidikan secara bahasa dimaknai sebagai hal perbuatan, cara, dan sebagainya mendidik Kamus Bahasa Indonesia, 2008 353. Seadangkan Islam secara bahasa dimaknai sebagai agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw Kamus Bahasa Indonesia, 2008 601. Sehingga, jika dimaknai secara bahasa, maka pendidikan Islam berarti hal perbuatan, cara, dan sebagainya mendidik yang berdasarkan pada ajaran Nabi Muhammad saw. Adapun secara istilah, pendidikan Islam memiliki definisi yang sangat beragam. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar yang membentuk watak dan perilaku secara sistematis, terencana, dan terarah Mahfudh, 2012 265. Sementara itu, menurut Muhadjir 2003 7 pendidikan dapat dirumuskan sebagai upaya terprogram mengantisipasi perubahan sosial oleh pendidik-mempribadi membantu subyek didik dan satuan sosial berkembang ke tingkat yang normatif lebih baik dengan cara/jalan yang normatif juga baik. Di sini, Muhadjir menekankan pada aspek perubahan sosial. Artinya, suatu aktivitas pendidikan hendaknya mampu digunakan sebagai bekal untuk menghadapi perubahan sosial yang tentunya akan selalu terjadi dari waktu ke waktu. Masih menurut Muhadjir 2003 1-4, sebuah aktivitas pendidikan mempunyai 5 lima unsur pokok, yakni yang memberi pendidik, yang menerima peserta didik, tujuan, dan cara metode, serta konteks yang positif. A. Mustafa sebagaimana dikutip oleh Fatah Syukur 2012 2 mendefinisikan pendidikan Islam sebagai suatu proses bimbingan dari pendidik terhadap perkembangan jasmani, rohani, dan akal peserta didik ke arah terbentuknya pribadi muslim yang baik. Adapun Zakiyah Drajat, ia mendefinisikan pendidikan Islam sebagai pendidikan yang lebih banyak ditunjukkan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain yang bersifat teoritis dan praktis Syukur, 2012 3. Dari kedua definisi tersebut dapat terlihat bahwa yang jadi penekanan dari pendidikan Islam adalah menjadi manusia yang baik yang mana kebaikan itu tidak hanya untuk diri sendiri, namun lebih dari itu juga bagi orang lain. Sementara itu, Fazlur Rahman –sebagaimana dikutip oleh Sutrisno–, memahami pendidikan Islam sebagai proses untuk menghasilkan manusia ilmuwan integratif, Herman Wicaksono Tujuan Pendidikan Islam BerbasisMabādi’ Khaira Ummah DOI yang padanya terkumpul sifat-sifat seperti kritis, kreatif, dinamis, inovatif, progresif, jujur, dan sebagainya Sutrisno, 2006 170. Dalam hal ini Rahman menekankan aspek integratif. Artinya, output dari pendidikan Islam seyogyanya tidak hanya melahirkan individu yang mahir dalam ilmu-ilmu agama saja, namun juga cerdas dalam ilmu-ilmu lain seperti ilmu-ilmu sosial dan sains. Sehingga, sangat ironis apabila sebuah sistem pendidikan Islam hanya memfokuskan pendidikannya pada satu bidang kajian saja agama tanpa adanya integrasi dengan ilmu-ilmu lain apa lagi sampai menentangnya. Masih terkait definisi pendidikan Islam, an-Naḥlāwī 2010 23 mendefinisikan pendidikan Islam sebagai berikut. Pendidikan Islam ialah aturan yang bersifat individu maupun sosial yang mendatangkan pada terpeluk serta teraplikasikannya Islam secara menyeluruh dalam kehidupan individu maupun sosial. Sedikit berbeda dengan beberapa definisi di atas, S. Nasution 2011 10 mendefinisikan pendidikan sebagai sebuah proses sosialisasi. Pendidikan adalah proses mengajar dan belajar pola-pola kelakuan manusia menurut apa yang diharapkan oleh masyarakat. Definisi ini sangat menitikberatkan pada bagaimana antar individu saling berinteraksi satu sama lain. Dengan kata lain, pendidikan tidak hanya berjalan satu arah –semisal dari pendidik ke peserta didik– tetapi juga hendaknya harus berjalan dua arah. Seorang pendidik dalam mendidik harus mampu berinteraksi dengan para peserta didiknya baik melalui perkataan maupun perbuatan yang mana interaksi tersebut secara tidak langsung juga merupakan proses pendidikan. Dengan demikian, maka jelaslah bahwa pendidikan Islam tidak hanya berusaha menjadikan individu semakian baik, tetapi juga berusaha agar masyarakat yang menjadi lingkungan tempat individu tersebut berada juga lebih baik. Sebagai konsekuensinya, agar suatu masyarakat dapat menjadi baik, maka harus ada keseimbangan dalam segala hal baik yang menyangkut kepentingan individu maupun kepentingan masyarakat secara luas. Maka dari itu, kemampuan memahami kemajemukan masyarakat baik dari segi budaya, adat istiadat, serta kebiasaannya menjadi sebuah keniscayaan yang tentu hal itu akan sulit terwujud jika seseorang tidak memiliki keluasan ilmu. Dengan kata Herman Wicaksono Tujuan Pendidikan Islam BerbasisMabādi’ Khaira Ummah DOI lain, setiap individu muslim dituntut untuk memiliki keluasan pengetahuan, tidak hanya pada bidang tertentu saja, tetapi juga pada bidang-bidang yang beraneka ragam. Adapun dalam penelitian ini, penulis memfokuskan pembahasan pada tujuan pendidikan Islam yang dalam hal ini penulis kaitkan tujuan tersebut dengan konsep Mabādi’ Khaira Ummah. TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM Segala aktivitas dalam hidup ini semestinya memiliki tujuan yang jelas agar setiap langkah yang dilalui tidaklah sia-sia. Begitu pula dalam pendidikan Islam. Secara ringkas, tujuan pendidikan Islam adalah pembentukan kepribadian muslim paripurna kāffah yang memiliki indikator kemandirian, multi kecerdasan, dan kreatif-dinamis sehingga mampu memberi rahmat bagi alam Roqib, 2016 41. Sehingga, pada dasarnya pendidikan Islam memiliki tujuan yang sangat luas, tidak hanya terbatas pada satu tujuan saja. Tujuan secara bahasa dimaknai sebagai arah, haluan jurusan; yang dituju, maksud, tuntutan yang dituntut Kamus Bahasa Indonesia, 2008 1739. Adapun dalam konteks pendidikan secara umum, tujuan pendidikan sebagaimana terdapar dalam Undang-Undang Sisdiknas adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 4. Sementara itu, secara lebih khusus tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk akhlak mulia, persiapan kehidupan dunia akhirat, persiapan untuk mencari rizki, menumbuhkan semangat ilmiah, dan menyiapkan profesionalisme subjek didik Roqib, 2016 41. Dari semua tujuan yang telah disebutkan tersebut, menunjukkan bahwa setiap output pendidikan Islam harus memiliki kemampuan secara komprehensif baik hubungannya dengan diri pribadi maupun hubungannya dengan orang lain. Berbicara tujuan pendidikan, tentu tidak bisa lepas dari tujuan hidup mausia itu sendiri mengingat pendidikan merupakan salah satu aspek penentu arah kehidupan manusia. Allah Swt berfirman dalam Aż-Żāriyāt 56 Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. Herman Wicaksono Tujuan Pendidikan Islam BerbasisMabādi’ Khaira Ummah DOI Ayat ini menjelaskan bahwa tujuan Allah Swt menciptakan manusia di muka bumi ini tidak lain adalah untuk beribadah kepada Allah Swt. Dengan demikian, maka seluruh aktivitas manusia termasuk di dalamnya adalah aktivitas pendidikan, hendaknya diniatkan untuk beribadah kepada Allah Swt. Artinya, dalam melakuakan aktivitas pendidikannya, hendaknya setiap manusia memiliki tujuan dalam hatinya untuk mengharap rida dari Allah Swt. Ibadah, dalam hal ini tentunya tidak hanya ibadah yang berbentuk ritual semata, melainkan juga ibadah yang bersifat ibadah sosial, ibadah yang tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga ibadah yang berkaitan dengan interaksinya dengan orang lain, atau bahkan makhluk lain. Ibadah jenis kedua inilah yang pada akhirnya akan mampu membentuk sebuah tatanan kebudayaan dalam masyarakat, yakni kebudayaan yang berlandaskan ajaran Islam dan kearifan lokal. Dalam pandangan ilmu antropologi, setiap manusia bukan hanya makhluk yang berkebudayaan, melainkan juga mempunyai kelebihan luar biasa dalam menciptakannya dibandingkan dengan makhluk lain Mahmud & Suntana, 2012 154. Dalam artian, setiap individu manusia akan menjadi faktor penentu lahirnya sebuah kebudayaan. Sehingga, jika manusia yang ada merupakan manusia yang terdidik, maka kemungkinan besar kebudayaan yang lahir juga kebudayaan yang bernuansa pendidikan. Untuk melahirkan individu yang berpendidikan, tentunya harus melalui suatu proses yang disebut pendidikan. Setelah manusia menempuh suatu proses pendidikan, maka diharapkan manusia tersebut mencapai tujuan-tujuan yang telah dirumuskan oleh pendidikan, dalam hal ini tentunya tujuan yang bernuansa Islam. Setelah manusia tadi mencapai tujuan pendidikan yang telah dirumuskan, hendaknya diaplikasikan dalam kehidupan nyata bersama individu yang lain yang akhirnya akan melahirkan kebudayaan. Dalam pandangan Muhadjir 2003 3, tujuan pendidikan belumlah memadai bila tidak dijabarkan dalam program atau kurikulum. Program pendidikan atau kurikulum bukanlah unsur dasar pendidikan, melainkan merupakan salah satu komponen pokok pendidikan. Oleh karena itu, sebuah aktivitas pendidikan sudah barang tentu di dalamnya ada materi yang harus dikuasai oleh peserta didik yang mana materi tersebut tertuang dalam kurikulum. Herman Wicaksono Tujuan Pendidikan Islam BerbasisMabādi’ Khaira Ummah DOI Tujuan pendidikan secara umum adalah mewujudkan perubahan positif yang diharapkan ada pada peserta didik setelah menjalani proses pendidikan, baik perubahan pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun pada kehidupan masyarakat di mana subyek didik menjalani kehidupan Roqib, 2016 25. Dengan demikian, tujuan pendidikan semestinya mampu mengarah pada pemahaman bagaimana memilah dan memilih antara kepentingan pribadi dan kepentingan kelompok. Sementara itu, berdasarkan kongres se-dunia ke II tentang Pendidikan Islam tahun 1980 di Islamabad, menyatakan bahwa Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia peserta didik pen. secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran intelektual, diri manusia yang rasional, perasaan dan indera. Karena itu, pendidikan hendaknya mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik; aspek spirituual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah, dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif; dan mendorong semua aspek tersebut berkembang ke arah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia Nizar 2002, 37-38 Meskipun hasil kongres tersebut terhitung sudah sangat lama, namun jika dicermati tampak masih sangat relevan dengan tujuan pendidikan Islam saat ini. Dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan. Menurut asy-Syaibani sebagaimana dikutip oleh Bukhari Umar 2010 53-54, prinsip-prinsip tersebut adalah pertama, prinsip universal syumūliyyah. Prinsip yang memandang keseluruhan aspek agama akidah, ibadah, dan akhlak serta muamalah, manusia jasmani, ruhani, dan nafsani, masyarakat dan tatanan kehidupannya, serta adanya wujud jagad raya dan hidup. Prinsip ini menimbulkan formulasi tujuan pendidikan yang membuka, mengembangkan dan mendidik segala aspek pribadi manusia dan kesediaan segala dayanya, serta meningkatkan keadaan kebudayaan, sosial, ekonomi, dan politik untuk menyelesaikan semua masalah dalam menghadapi tuntutan zaman. Herman Wicaksono Tujuan Pendidikan Islam BerbasisMabādi’ Khaira Ummah DOI Kedua, prinsip keseimbangan dan kesederhanaan tawāzun wa iqtiṣādiyyah. Prinsip ini adalah keseimbangan antara berbagai aspek kehidupan pada peibadi, berbagai kebutuhan individu dan kemunitas, serta tuntutan pemeliharaan kebudayaan silam dengan kebudayaan masa kini, serta berusaha mengatasi masalah-masalah yang sedang dan akan terjadi. Ketiga, prinsip kejelasan tabayyun. Prinsip yang di dalamnya terdapat ajaran dan hukum yang memberi kejelasan terhadap kejiwaan manusia qalb, akal, dan hawa nafsu dan hukum masalah yang dihadapi, sehingga terwujud tujuan, kurikulum, dan metode pendidikan. Keempat, prinsip tidak bertentangan. Prinsip yang di dalamnya terdapat ketiadaan pertentangan antara berbagai unsur dan cara pelaksanaannya, sehingga antara satu komponen dengan komponen lain saling mendukung. Kelima, prinsip realisme dan dapat dilaksanakan. Prinsip yang menyatakan tidak adanya kekhayalan dalam kandungan program pendidikan, tidak berlebih-lebihan, serta adanya kaidah yang praktis dan realistis, yang sesuai dengan fitrah dan kondisi sosial ekonomi, sosiopolitik, dan sosiokultural yang ada. Keenam, prinsip perubahan yang diinginkan. Prinsip perubahan struktur diri manusia yang meliputi jasmaniyah, ruhaniyah, dan nafsaniyah; serta perubahan kondisi psikologis, sosiologis, pengetahuan, konsep, pikiran, kemahiran, nilai-nilai, sikap peserta didik untuk mencapai dinamisasi kesempurnaan pendidikan. Ketujuh, prinsip menjaga perbedaan-perbedaan individu. Prinsip yang memerhatikan perbedaan peserta didik, baik ciri-ciri, kebutuhan, kecedasan, kebolehan, minat sikap, tahap pematangan jasmani, akal, emosi, sosial, dan segala aspeknya. Prinsip ini berpijak pada asumsi bahwa semua individu tidak sama dengan yang lain. Dan kedelapan. prinsip dinamis dalam menerima perubahan dan perkembangan yang terjadi pada peleku pendidikan, serta lingkungan di mana pendidikan itu dilaksanakan. Herman Wicaksono Tujuan Pendidikan Islam BerbasisMabādi’ Khaira Ummah DOI MABĀDI’ KHAIRA UMMAH Mabādi’ Khaira Ummah merukan satu konsep mendasar arah pergerakan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’ NU yang pada awal kelahirannya terfokus pada pergerakan ekonomi dan kemasyarakatan. Mabādi’ Khaira Ummah sebagai basis gerakan NU dalam bidang ekonomi dan kemasyarakatan merupakan buah dari muktamar dulu disebut kongres Nahdlatul Ulama ke-13, tahun 1935, yang antara lain memutuskan sebuah kesimpulan bahwa kendala utama yang menghambat kemampuan umat melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar dan menegakkan agama adalah karena kemiskinan dan kelemahan dalam bidang ekonomi Muchtar, dkk, 2009 37 hingga akhirnya pada Munas tersebut diputuskan tiga prinsip dasar yaitu aṣ-Ṣiqdu, al-Amānah wa al- Wafā’ bi al-Ahdi, dan at-Ta’āwun. Berawal dari simpulan tiga prinsip mendasar itu lah maka pada akhirnya muncul istilah Mabādi’ Khaira Ummah atau langkah awal membangun umat yang baik Muchtar, dkk, 2009 37. Adapun poin-poin Mabādi’ Khaira Ummah sebagaimana tertuang dalam Keputusan Musyawarah Alim Ulama NU 1992 No. 04/Munas/1992 yang dipublikasikan oleh PP Lakpesdam NU adalah sebagai berikut. aṣ-Ṣidqu Butir ini mengandung arti kejujuran/kebenaran, kesungguhan dan keterbukaan. Kejujuran/kebenaran adalah satunya kata dengan perbuatan, ucapan dengan pikiran. Apa yang diucapkan sama dengan yang di bathin. Jujur dalam hal ini berarti tidak plin-plan dan tidak dengan sengaja memutarbalikkan fakta atau memberikan informasi yang menyesatkan berita bohong / hoax. al-Amānah wa al-Wafā’ bi al-Ahdi Butir ini memuat dua istilah yang saling terkait, yakni al-amanah dan al-wafa’bil ’ahdi. Yang pertama secara lebih umum maliputi semua beban yang harusdilaksanakan, baik ada perjanjian maupun tidak, sedang yang disebut belakanganhanya berkaitan dengan perjanjian. Kedua istilah ini digambungkan untukmemperoleh satu kesatuan pengertian yang meliputi dapat dipercaya, setia dan tepatjanji. Herman Wicaksono Tujuan Pendidikan Islam BerbasisMabādi’ Khaira Ummah DOI al-Adālah Bersikap adil al’adālah mengandung pengertian obyektif, proposional dan taat asas. Butir ini mengharuskan orang berpegang kepad kebenaran obyektif dan memnempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Distorsi penilaian sangat mungkin terjadi akibat pengaruh emosi, sentimen pribadi atu kepentingan egoistik. Distorsisemacam ini dapat menjeruamuskan orang kedalam kesalahan fatal dalam mengambil sikap terhadap suatu persolan. at-Ta’āwun At-ta’awun merupakan sendi utama dalam tata kehidupan masyarakat manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan pihak lain. Pengertia ta'awun meliputi tolong menolong, setia kawan dan gotong royong dalam kebaikan dan taqwa. Imam alMawardi mengaitkan pengertia al-birr kebaikan dengan kerelaan manusia dan taqwa dengan ridla Allah Swt. Memperoleh keduanya berarti memperoleh kebahagiaan yang sempurna. Ta'awun juga mengandung pengertian timbal balik dari masing-masing pihak untuk memberi dan menerima. al-Istiqāmah Istiqamah mengandung pengertian ajeg-jejeg, berkesinambungan, dan berkelanjutan. Ajeg-jejeg artinya tetap dan tidak bergeser dari jalur ṭarīqah sesuai dengan ketentuan Allah SWT dan rasul-Nya, tuntunan yang diberikan oleh salafus shalih dan aturan main serta rencana-rencana yang disepakati bersama. Kesinambungan artinya keterkaitan antara satu kegiatan dengan kegaiatan yang lain dan antara satu periode dengan periode yang lain sehingga kesemuanya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dan saling menopang seperti sebuah bangunan. Sedangkan makna berkelanjutan adalah bahwa pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut merupakan proses yang berlangsung terus menerus tanpa mengalami kemandekan, merupakan suatu proses maju progressing bukannya berjalan di tempat stagnant. MABADI’ KHAIRA UMMAH SEBAGAI RŪH TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM Tujuan diadakannya pendidikan Islam tiada lain adalah untuk melahirkan insan-insan yang memiliki kecerdasan dan kompetensi yang luas dan menyeluruh yang dalam Herman Wicaksono Tujuan Pendidikan Islam BerbasisMabādi’ Khaira Ummah DOI hal ini meliputi kecerdasan sosial, intelektual, dan spiritual. Akan tetapi, tujuan tersebut tidaklah bisa dicapai tanpa adanya pengoperasionalan atau perumusan tujuan secara konkret dan terukur. Maka dari itu, dengan mengambil konsep Mabādi’ Khaira Ummah, penulis berharap tujuan pendidikan Islam kedepannya semakin terarah dan tujuan-tujuan tersebut dapat dirumuskan dalam poin-poin sebagai berikut. Mencetak Peserta Didik yang Memiliki Sikap Jujur Kejujuran Kejujuran berasal dari kata jujur Arab aṣ-Ṣidqu yang berarti perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan Rochmawati, 2018. Dalam pengertian yang lebih mudah, jujur dapat dipahami sebagai selaranya perkataan dan kenyataan. Seseorang akan dikatakan jujur tatkala ia berbicara sesuai dengan realita yang ada, sebaliknya tatkala seseorang mengatakan atau berbicara sesuatu yang tidak selaras atau berbeda dengan kenyataannya maka ia bisa dibilang berbohong atau berdusta. Dalam Islam, kejujuran atau sikap jujur menempati posisi yang sangat utama, bahkan termasuk karakter utama seorang muslim sehingga Allah menyandingkan kejujuran dengan ketaqwaan sebagaimana firman-Nya dalam at-Taubah 119 Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar. Perintah bertakwa pada ayat di atas dilanjutkan dengan perintah untuk membersamai orang-orang yang jujur. Hal ini menunjukkan bahwa kejujuran akan mengantarkan seseorang pada ketakwaan dan ketkwaan merupakan derajat tertinggi seornag hamba. Selain ayat tersebut di atas, keutamaan kejujuran ini juga dikuatkan dalam hadis Nabi Muhammad saw riwayat Imam al-Bukhāri dan Imam Muslim Muttafaq alaih sebagaimana dikutip termaktub dalam kitab Riyāḍu aṣ-Ṣāliḥīn an-Nawawī, 1992 70 Herman Wicaksono Tujuan Pendidikan Islam BerbasisMabādi’ Khaira Ummah DOI Sesungguhnya Kejujuran itu menunjukkan kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan itu menunjukkan ke syurga dan sesungguhnya seseorang selalu berbuat jujur sehingga dicatatlah di sisi Allah sebagai seorang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada Kejahatan dan sesungguhnya Kejahatan itu menunjukkan kepada neraka dan sesungguhnya seseorang yang selalu berdusta maka dicatatlah di sisi Allah sebagai seorang yang pendusta Muttafaq alaih Sikap jujur ini sangatlah penting untuk ditanamkan kepada peserta didik sejak dini karena sikap jujur ini merupakan sikap yang di dalamnya mencakup nilai-nilai religius dan sosial. Di samping itu, mengacu pada prinsip-prinsip tujuan pendidikan Islam sebagaimana penulis sebutkan di atas, sikap ini mencakup prinsip universal syumūliyyah yang artinya sikap yang mencakup segala aspek kehidupan manusia. Sikap jujur ini juga sangat selaras dengan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 yang mana di sana disebutkan bahwa tujuan yang disebutkan pertama kali dalam undang-undang tersebut adalah ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dimana ketakwaan sangat berkaitan erat dengan kejujuran. Mencetak Peserta Didik yang Memiliki Sikap Amanah Dapat Dipercaya Sikap amanah dan sikap jujur merupakan dua sikap dan karakter yang tidak dapat dipisahkan dan saling berkaitan. Jika seseorang sudah memiliki sikap jujur, maka bisa dipastikan ia akan amanah atau dapat dipercaya. Jika orang dikenal sebagai seorang yang amanah, maka sudah pasti dia memliki kejujuran. Berbicara sikap amanah, definisi amanah sangatlah luas cakupannya. Amanah meliputi segala yang berkaitan hubungan interpersonal antar manusia dan hubungan dengan Sang Penguasa Alam, yaitu Allah Swt. Menurut Ibnu Kaṡīr sebagaimana dikutip oleh Ivan Muhammad Agung & Desma Husni, amanah adalah semua tugas atau Herman Wicaksono Tujuan Pendidikan Islam BerbasisMabādi’ Khaira Ummah DOI pembebanan agama yang meliputi perkara dunia dan akhirat yang ditujukan kepada manusia Agung & Husni, 2017. Sementara itu, dalam Kamus Bahasa Indonesia 2008 48 amanah adalah sesuatu yang dititipkan kepada orang lain, setia, dan dapat dipercaya. Orang yang dapat dipercaya disebut dengan al-Amīn. Nabi Muhammad saw pada waktu kecil mendapat julukan al-Amīn tiada lain karena beliau memiliki sikap dapat dipercaya. Selain itu, salah satu sifat wajib nabi dan rasul ialah sifat amanah yang artinya nabi dan rasul pastilah orang-orang yang dapat dipercaya. Sikap ini lah yang hendaknya diajarkan kepada peserta didik tatkala mereka menempuh suatu jenjang pendidikan. Hal ini menjadi mutlak adanya mengingat pendidikan memiliki peran vital dalam pembentukan sikap amanah ini. Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang berlandaskan pada asas-asas Islam, sehingga tujuannya pun harus mampu mewujudkan nilai-nilai Islam di tengah-tengah masyarakat yang di antaranya adalah sikap dapat dipercaya amanah. Sikap dapat dipercaya hendaknya dipupuk sejak dini agar sikap tersebut tertanam dalam sanubari setiap peserta didik. Di samping itu, sikap dapat dipercaya ini akan menentukan kesuksesan peserta didik karena kepercayaan merupakan sesuatu yang sangat mahal. Sering kali seseorang menjadi sukses karena ia mampu mengemban amanah dapat dipercaya dan tak jarang pula seseorang gagal dalam segala hal karena ia tidak mampu mengemban amanah tidak dapat dipercaya. Allah Swt secara jelas memerintahkan hamba-Nya untuk menunaikan amanah yang dilimpahkan kepadanya. Hal ini sebagaimana tertuang dalam an-Nisā 58 Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat. Selain itu, sikap amanah juga menjadi salah satu tanda keimanan seseorang. Hal ini sebagaimana sabda Nabi saw yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhārī dan Imam Herman Wicaksono Tujuan Pendidikan Islam BerbasisMabādi’ Khaira Ummah DOI Muslim Muttafaq Alaih sebagaimana dikutip oleh Imam an-Nawawī 1992 130 dalam Kitab Riyāḍu al-Ṣāliḥīn Tanda-tanda orang munafik ada tiga jika berbicara dia berdusta, jika berjanji dia mengingkari, dan jika diberi amanah dia berkhianat Muttafaq Alaih Peserta didik yang memiliki sikap amanah akan senantiasa berupaya untuk belajar dan terus belajar. Meskipun ia tak selalu diawasi oleh orang tuanya, namun sikap amanah dalam dirinya akan senantiasa menjadikannya bertindak sebagaimana yang menjadi harapan orang tuanya. Hal ini tiada lain karena ia yakin bahwa orang tuanya telah mempercayakan kepadanya untuk belajar di sekolah, madrasah, atau perguruan tinggi, sehingga ia merasa harus mampu menjaga kepercayaan itu. Mencetak Peserta Didik yang Senantiasa Menepati Janji Dalam Mabādi’ Khaira Ummah amanah dan menepati janji dijadikan dalam satu poin. Meskipun keduanya memiliki perbedaan, namun keduanya sangat berkaitan erat sebagaimana keterkaitan kejujuran dengan sikap amanah. Menepati janji tidak akan terealisasi kecuali seseorang memiliki komitmen untuk menjaga kepercayaan orang lain. Orang yang tidak bisa menepati janjinya maka termasuk tanda-tanda ornag munafik. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw sebagaimana penulis kutip pada pembahasan tentang sikap amanah. Janji adalah hutang. Demikian kata pepatah. Hutang wajib untuk dibayarkan, begitu pun janji wajib untuk ditepati. Seorang muslim sejati tidak akan pernah mau menyakiti atau mengecewakan orang lain. Oleh karenanya, jika ia telah berjanji, maka sudah semestinya ia menepati janjinya itu. Orang yang tidak mampu menepati janjinya, maka ia telah menyakiti hati orang lain yang tentu saja hal itu bukanlah ajaran Islam. Berbicara ajaran Islam tentu sangat berkaitan erat dengan ilmu-ilmu tentang keislaman. Berbicara ilmu tentu tak bisa lepas dari pendidikan. Oleh karenanya, pendidikan memegang peranan penting dalam rangka mewujudkan ajaran Islam di tengah-tengah masyarakat termasuk di antaranya adalah sikap mau dan senantiasa berusaha untuk menepati janji. Maka dari itu, tujuan pendidikan –terlebih pendidikan Islam– harus mampu mencetak generasi-generasi peserta didik yang memiliki Herman Wicaksono Tujuan Pendidikan Islam BerbasisMabādi’ Khaira Ummah DOI komitmen untuk senantiasa menepati janji yang telah ia buat. Sikap ini tentu saja tidak hanya berlaku di lingkungan sekolah, akan tetapi juga harus bisa diterapkan di lingkungan masyarakat atau lingkungan tempat tinggal peserta didik tersebut. Guru atau pendidik sebagai pemegang kuasa penuh atas terbentuknya perilaku peserta didik di sekolah harus mampu memberikan contoh penerapan sikap ini. Sebagai contoh, seorang guru berjanji akan memberikan reward kepada peserta didik yang mempu menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya sebelum waktu yang ditentukan, maka guru tersebut wajib menepati janjinya. Janji yang telah seseorang buat pada dasarnya akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt dalam al-Isrā’ 34 dan penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya. Mencetak Peserta Didik yang Mampu Bersikap Adil Kata adil berasal dari Bahasa Arab al-Adlu atau dalam rumusan Mabādi’ Khaira Ummah menggunakan istilah al-Adālah yang artinya keadilan. Kata adil menurut Kamus Bahasa Indonesia 2008 12 berarti sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak, sepatunya, tidak sewenang-wenang. Sementara keadilan diartikan sebagai hal perbuatan, perlakuan, daan sebagainya yang adil Kamus Bahasa Indonesia, 2008 12. Seseorang dikatakan sebagai orang yang adil manakala ia sudah mampu berbuat atau berperilaku secara tidak memihak, sepatutnya, dan tidak sewenang-wenang. Seseorang yang mampu bersikap adil walaupun terhadap dirinya sendiri, ia akan dinilai oleh orang lain sebagai tempat berlindung dan bukan menjadi ancaman. Menurut M. Quraish Shihab, ada empat makna keadilan, yaitu pertama, adil dalam arti “sama”; kedua, adil dalam arti seimbang; ketiga, adil dalam arti perhatian terhadap hak-hak individu dan memberikan hak-hak itu kepada setiap pemiliknya; dan keempat, adil yang dinisbatkan kepada Ilāhi Khoiruddin, 2018. Dalam konsep Islam Alquran kata yang digunakan untuk menampilkan sisi atau wawasan keadilan juga tidak selalu berasal dari akar kata 'adl. Kata-kata sinonim seperti qisth, hukm dan sebagainya digunakan oleh Alquran dalam pengertian keadilan Rangkuti, 2017. Namun demikian, di sini penulis tidak akan berpanjang lebar Herman Wicaksono Tujuan Pendidikan Islam BerbasisMabādi’ Khaira Ummah DOI membahas kata “adil” menurut bahasa. Akan tetapi, di sini penulis akan lebih memfokuskan pembahasan pada konsep keadilan secara umum yang pada akhirnya konsep keadilan ini bisa dipahami oleh para praktisi pendidikan khususnya guru atau pendidik dan nantinya dapat diapliaksikan oleh peserta didik. Berperilaku adil merupakan perintah agama. Oleh karenanya, mengajarkan keadilan kepada peserta didik serta mencetak mereka menjadi sosok yang memiliki sikap adil juga merupakan perintah agama. Di antara perintah Allah Swt untuk bersikap adil ini ialah sebagaimana tercantum dalam an-Naḥl 90 Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang melakukan perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. Oleh karenanya, sudah semestinya tujuan pendidikan Islam mengarah pada tertanamnya jiwa keadilan pada peserta didik. Lembaga-lembaga pendidikan Islam, pendidik-pendidik pendidikan Islam sudah semestinya menanamkan sikap ini kepada peserta didik mereka. Jangan sampai generasi bangsa kita menjadi generasi yang tidak bisa menempatkan persoalan sesuai posisi dan porsinya. Terlebih di zaman yang penuh persaingan seperti saat ini, sering kali emosi, posisi, dan gengsi seseorang mengalahkan hati nuraninya untuk bisa berlaku adit terhadap siapa pun, kapaun pun, dan di manapun. Mencetak Peserta Didik yang Memiliki Sikap Gemar Tolong Menolong Berbicara tolong menolong sudah pasti sangat berkaitan erat dengan perintah Allah Swt dalam al-Mā’idah 2 Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya. Herman Wicaksono Tujuan Pendidikan Islam BerbasisMabādi’ Khaira Ummah DOI Istilah tolong menolong dalam Bahasa Arab diistilahkan dengan at-Ta’āwun. Dalam Kamus Bahasa Indonesia 2008 1538 tolong menolong saling menolong. Kata “saling” ini mengindikasikan adanya timbal balik dari satu pihak ke pihak yang lain. Dalam artian, dalam proses tolong menolong mestinya tidak hanya satu pihak yang betindak sebagai penolong saja dan yang lain hanya sebagai pihak yang ditolong saja, akan tetapi suatu saat si penolong membutuhkan petolongan sehingga ia harus ditolong dan orang yang ditolong bertindak sebagai penolong. Tujuan Pendidikan Islam sudah tidak semestinya hanya berkutat pada ranah-ranah yang “melangit” melainkan harus mulai menyasar pada hal-hal yang bersifat “membumi”. Artinya, tujuan pendidikan Islam tidak semestinya hanya bermuara pada kesalehan pribadi saja, tetapi juga kesalehan sosial. Di samping itu, sikap gemar menolong harus dibarengi dengan sikap tidak gemar mengharap pertolongan. Hal ini senada dengan sebuah hadis Nabi saw yang artinya “Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah”. Hal ini mengindikasikan betapamulianya posisi seorang penolong. Maka dari itu, peserta didik juga harus ditanamkan sikap untuk tidak gemar mengharap balasan dari orang lain. Mencetak Peserta Didik yang SenantiasaIstiqāmah Konsisten dalam Kebaikan Kata al-istiqāmahatauistiqāmah berasal dari kata qawama yang berarti tegak lurus. Kata istiqamah menurut Shihab sebagaimana dikutip oleh Zuhdi selalu dipahami sebagai sikap teguh dalam pendirian, konsekuen, tidak condong atau menyeleweng ke kiri atau ke kanan dan tetap berjalan pada garis lurus yang telah diyakini kebenarannya. Dengan demikian, dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa istiqāmah memiliki arti yang mendekati atau bahkan sama dengan konsisten Zuhdi, 2017. Istiqāmah atau konsisten merupakan salah satu ajaran pokok dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas harian seorang muslim, yakni salat dimana dalam salat ada satu rukun yakni membaca surat al-Fātiḥah yang mana dalam surat tersebut ada satu ayat yang berbunyi Ayat tersebut menjadi indikasi bahwa manusia umah Islam senantiasa mengharapkan jalan yang lurus, jalan yang konsisten dalam kebenaran. Herman Wicaksono Tujuan Pendidikan Islam BerbasisMabādi’ Khaira Ummah DOI Di sini, Pendidikan Islam harus memiliki tujuan untuk mencetak output yang memiliki jiwa konsisten dalam kebaikan, jiwa yang tidak mudah terpengaruh oleh hiruk pikuk keramaian dan serba serbi dunia yang fana ini, jiwa yang tetap berpegang pada keyakinan yang benar meskipun ia hidup di tengah ketidak stabilan masyarakat. Terlebih di era saat ini dimana pegaruh luar sangat mudah sekali masuk ke negara kita, terlebih pengaruh negatif. Namun demikian, apapun pengaruh itu jika peserta didik memiliki jiwa istiqāmah, maka tidak akan mudah terpengaruh dengan pengaruh-pengaruh negatif itu. SIMPULAN Pendidikan Islam sebagai stakeholder utama umat Islam dalam menempuh pendidikan harus mampu merumuskan arah dan tujuan yang jelas. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan mengingat tujuan akan mempengaruhi setiap aktivitas pendidikan, termasuk pendidikan Islam. Jika rumusan tujuan belum jelas, maka bisa jadi aktivitas pendidikannya pun tampak kurang terarah dan terstruktur. Melalui penelitian ini, penulis mencoba membuat terobosan baru untuk merumuskan tujuan pendidikan Islam yakni dengan menjadikan Mabādi’ Khaira Ummah sebagai core atau rūh tujuan Pendidikan Islam. Mabādi’ Khaira Ummah sendiri awalnya dirumuskan sebagai jawaban atas permasalahan social kemasyarakatan khususnya yang dialamai warga NU. Rumusan Mabādi’ Khaira Ummah awalnya hanya berisi tiga poin atau prinsip pokok yakni aṣ-Ṣiqdu, al-Amānah wa al- Wafā’ bi al-Ahdi, dan at-Ta’āwun yang pada akhirnya disempurnakan menjadi lima prinsip yakni aṣ-Ṣiqdu jujur, al-Amānah wa al- Wafā’ bi al-Ahdi dapat dipercaya dan menepati janji, at-Ta’āwun tolong menolong, al-adālah adil, dan al-istiqāmah konsisten. Walhasil, pendidikan Islam semestinya mencakup beberapa tujuan yang harus dijadikan sebagai prioritas dalam menyusun kurikulum, yakni mencetak peserta didik yang memiliki sikap jujur kejujuran; mencetak peserta didik yang memiliki sikap amanah dapat dipercaya; mencetak peserta didik yang senantiasa menepati janji; mencetak peserta didik yang mampu bersikap adil; mencetak peserta didik yang memiliki sikap gemar tolong menolong; dan mencetak peserta didik yang senantiasa istiqāmah konsisten dalam kebaikan. Kesemuanya saling berkaitan satu sama lain Herman Wicaksono Tujuan Pendidikan Islam BerbasisMabādi’ Khaira Ummah DOI sebagaimana penulis gambarkan pada Gambar 1 di atas, sehingga satu sama lain merupakan satu kesatuan utuh yang tidak bisa dipisah-pisahkan. DAFTAR PUSTAKA Agung, I, M. Husni, D. 2017. Pengukuran Konsep Amanah dalam Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Jurnal Psikologi, 433, 194-203. an-Nawawī. 1992. Riyāḍu aṣ-ṣāliḥīn. Beirut al-Maktab al-Islāmī. Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta Rineka Cipta. an-Naḥlāwī, A. 2010. Uṣūl at-Tarbiyyah al-Islāmiyyah wa Asālībuhā fi al-Baiti wa al-Madrasati wa al-Mujtama’i. Damaskus Dār al-Fikr. Harahap, N. 2014. Penelitian Kepustakaan. 0801, 68–73. Kaelan. 2005. Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat. Yogyakarta Paradigma. Khoiruddin, M. 2018. Pendidikan Sosial Berbasis Tauhid dalam perspektif Al-Qur’an. At- Tarbawi Jurnal Kajian Kependidikan Islam, 31, 73. Mahfudh, S. 2012. Nuansa Fiqih Sosial. Yogyakarta LKiS. Mahmud. Suntana, I. 2012.Antropologi Pendidikan. Bandung Pustaka Setia, Muchtar, M, dkk. 2009. Aswaja An-Nahdliyah Ajaran Ahlussunnah wa al-Jamaah yang berlaku di lingkungan Nahdlatul Ulama. Surabaya Khalista. Muhadjir, N. 2003. Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial Teori Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif. Yogyakarta Rake Sarasin. Musrifah. 2018. Analisis Kritis Permasalahan Pendidikan Islam Indonesia di Era Global. Jurnal of Islamic Studies and Humanities, 1 3, 67-78. Rochmawati, N. 2018. Peran Guru dan Orang Tua Membentuk Karakter Jujur Pada Anak. Jurnal Al-Fikri Jurnal Studi Dan Penelitian Pendidikan Islam, 12, 1–12. Nizar, S. 2002. Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis. Jakarta Ciputat Pers. PP. Lakpesdam NU, Keputusan Musyawarah Alim Ulama Nahdlatul Ulama 1992 N. 04/Munas/1992 Tentang Mabadi Khaira Ummah. Rangkuti, A. 2017. Konsep Keadilan dalam Perspektif Islam. Jurnal Penidikan Islam, Herman Wicaksono Tujuan Pendidikan Islam BerbasisMabādi’ Khaira Ummah DOI VI1, 1–21. Roqib, M. 2016. Filsafat Pendidikan Islam Pendidikan Islam Integratif dalam Perspektif Kenabian Muhammad saw. Purwokerto Pesma An-Najah Press. Sholihah, A. M. 2020. Pendidikan Islam sebagai Fondasi Pendidikan Karakter. 121, 49–58. Soejono. Abdurrahman ed. 1999. Metode Penelitian Suatu Pemikiran Penerapan. Jakarta Rineka Cipta. Sutrisno. Fazlur Rahman Kajian tehadap Metode, Epistemologi dan Sistem Pendidikan. Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2006. Syukur, F. 2012. Sejarah Pendidikan Islam. Semarang Pustaka Rizki Putra. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta Pusat Bahasa. Umar, B. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta Amzah. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Zuhdi, M. H. 2017. Istiqomah Dan Konsep Diri Seorang Muslim. Religia, 141, 111–127. ... Namun, persiapan yang kuat dapat meningkatkan kemampuan guru PAI baik di sekolah untuk secara efektif memanfaatkan strategi instruksional dengan siswa mereka Wicaksono, 2020 Hakim, 2017. Hal tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip pendidikan yang terkandung dalam Al-Qur'an. ...Anisa FatimahMotivasi belajar merupakan aspek penting dalam proses belajar siswa. Kekurangan motivasi untuk menjalankan aktivitas belajar akan menyebabkan sulitnya tercapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Seorang guru hendaknya mengetahui karakteristik setiap siswa yang dihadapinya dalam proses pembelajaran. Setelah mengetahui karakter siswanya guru dapat merancang strategi belajar yang tepat untuk mengatasi kesulitan belajar yang disebabkan rendahnya motivasi siswa. Salah satu strategi yang dapat diterapkan untuk mengembalikan motivasi belajar pada siswa yang kesulitan belajar adalah Computer Adaptive Instruction CAI. Sebagian besar sistem e-learning hanya bertumpu pada penyampain instruksi dengan terbatasnya kegiatan pembelajaran, dengan demikian membuka peluang untuk bisa mengembangan e-learning yang lebih interaktif dengan mempertimbangkan karakteristik anak berkebutuhan khusus yang kesulitan belajar. Penelitian ini bertujuan menjelaskan strategi pembelajaran yang membantu meningkatkan motivasi belajar siswa berkesulitan belajar dengan mempertimbangkan beberapa aspek penting dalam teori belajar behavioristik. Metode penelitian adalah studi kepustakaan dengan teknik analisis deskriptif. Hasil penelitian ini adalah 1 Strategi pembelajaran Computer Adaptive Instruction CAI merupakan desain pembelajaran individual yang memiliki karakteristik yaitu memerlukan hasil analisis terhadap siswa itu sendiri, alternatif strategi penyajian dan basis data pengetahuan; 2 Berdasarkan perspektif behavioristik, siswa berkesulitan belajar mengalami penurunan motivasi dapat disebabkan oleh minimnya stimulus belajar dari lingkungan siswa, keadaan kognitif, emosi dan psikomotornya yang kurang terkelola dengan baik; 3 Menjadi tantangan bagi guru inklusi untuk merancang desain pembelajaran e-learning dengan trategi pembelajaran Computer Adaptive Instruction CAI yang dapat mengakomodir karakteristik siswa berkesulitan belajar. Keyword Computer Assisted Instruction; Learning Motivation; Students Learning Difficulties... Tujuan pendidikan Islam adalah menjadikan manusia berakhlak mulia yang berpegang teguh pada Alquran dan hadits yang mengutamakan nilai ketauhidan Rindiani, Nurwadjah and Suhartini, 2021. Tujuan pendidikan Islam hendaknya mencetak peserta didik yang memiliki sikap jujur, dapat dipercaya, menepati janji, adil, gemar tolong menolong, dan konsisten dalam kebaikan Wicaksono, 2020. Tujuan pendidikan Islam meliputi tujuan pendidikan jasmani al-Tarbiyah al-Jismiyah, tujuan pendidikan akal al-Tarbiyah al-Aqliyah, dan tujuan pendidikan akhlak atau al-Tarbiyah al-Khuluqiyah Setiadji, 2020. ...Rusdiono MukriSofyan SauriThis study aims to analyze policy evaluation and curriculum development in Islamic educational institutions, especially at SDIT Insantama Leuwiliang, Bogor Regency. This research uses descriptive qualitative method which is carried out by collecting data obtained from documentation, observation and interviews. The results show that through policies and curriculum development that are evaluated periodically, SDIT Insantama Leuwiliang which was founded in 2011 is able to educate students to have an Islamic personality, have an Islamic knowledge, and understand their duties as representatives of Allah Khalifatullah on earth through talents, skills and expertise. The results also show that the vision and mission of SDIT Insantama Leuwiliang are in accordance with the vision and mission of Islamic educational institutions that are attached to the long-term ideals and goals of Islamic values, namely realizing mercy for all mankind. Keywords Evaluation; Policy; CurriculumMuhammad Alpin HascanA mosque is a place of worship that can be used for religious activities, especially Islamic education activities. This research objective was to discuss how the efforts of Al-Jihad Mosque foundation management in realizing the taklim assembly activities as Islamic education for the Medan Baru community. This research design was field research with a descriptive qualitative approach. The research subjects consisted of the head of da'wah Islamic teachings and education, treasurer, mosque takmir, and Medan Baru people. Data collection techniques used interview techniques, observation, and documentation. The data that has been collected was then reduced and presented, and conclusions were drawn. The results showed that the Al-Jihad mosque’s administrators were very active in realizing the taklim assembly to the maximum extent. It was evidenced by the busy schedule of the taklim assembly in a week. The scheduled research material had Islamic scientific studies such as fiqh, interpretation, monotheism, history, and other materials. The implementation of the taklim assembly began after the congregational prayer guided by the mosque takmir. The taklim assembly at the Al-Jihad mosque received a positive response and community support. Islamic youth communities and organizations also implemented religious activities, especially education at the Al-Jihad WicaksonoPesantren and schools should be integrated where they need to work together to improve the quality of education in Indonesia. Aside from the benefits and drawbacks of the pesantren education model, Abdurrahman Wahid, the "child" of pesantren, has demonstrated that pesantren can generate a nation's competent and competitive generation. As a result, the researcher was able to unearth Abdurrahman Wahid's views through library research involving books, kitab, periodicals, journals, and other connected materials. Abdurrahman Wahid has unique ideas regarding pesantren and school integration. Abdurrahman Wahid believes that this integration is critical in eliminating the knowledge divide and meeting the demands of today's career prospects. If the pesantren are still cut off from the new system that has joined the pesantren system, this will be impossible to do. Keywords integration, pesantren, school, Abdurrahman Wahid Abstrak Pesantren dan sekolah harus terintegrasi di mana mereka perlu bekerja sama untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Selain kelebihan dan kekurangan model pendidikan pesantren, Abdurrahman Wahid, “anak” pesantren, telah menunjukkan bahwa pesantren dapat menghasilkan generasi bangsa yang kompeten dan berdaya saing. Hasilnya, peneliti mampu menggali pandangan Abdurrahman Wahid melalui studi pustaka yang melibatkan buku, kitab, majalah, jurnal, dan materi terkait lainnya. Abdurrahman Wahid memiliki ide unik tentang integrasi pesantren dan sekolah. Abdurrahman Wahid percaya bahwa integrasi ini sangat penting dalam menghilangkan kesenjangan pengetahuan dan memenuhi tuntutan prospek karir saat ini. Jika pesantren masih terputus dari sistem baru yang telah bergabung dengan sistem pesantren, hal ini tidak mungkin dilakukan. Kata kunci integrasi, pesantren, sekolah, Abdurrahman WahidMuhammad KhoiruddinThe holy quran has many perspectives and some of them relates to social educations and pradigms of socio-humanity. As in the meaning, quran has relation between men with God habl min Allah and men with men habl ma’a al-nas, which are already popular and understood among the men. There are two issues that need among various relevant parties in practice of in the islamic education to supply many dimensions of dialectics horizontally and dimension of submission vertically. Horizontally, both social education and evidence of oneness should be able to develop reality of the life. Vertically, education called social and evidence of the oneness based provide an instrument for charge with the care of, capitalize on the fact, and preserve narural resource. These become a way to understand phenomena and honeybee in their effort to attain intercourse life to the AlmubarokKeadilan merupakan harapan yang dapat dirasakan bagi seluruh umat manusia, karena keadilan merupakan sebuah cita-cita luhur setiap negara untuk menegakkan keadilan. Karenanya Islam menghendaki pemenuhan tegaknya keadilan. Keadilan dalam Islam meliputi berbagai aspek kehidupan yang merangkumi keadilan distributif, retributif dan, sosial, dan politik. Asas-asas menegakkan keadilan dalam Islam yaitu kebebasan jiwa yang mutlak dan persamaan kemanusiaan yang sempurna. Keadilan dalam Islam digantungkan kepada keadilan yang telah ditentukan oleh Allah dalam al-Qur’an dan didukung oleh Hadits dari Rasulullah SAW. Karena tidak mungkin manusia dapat mengetahui keadilan itu secara benar dan Musrifahp>The purpose of this study is to find out the problems of national education in Indonesia in a global context. This research method uses library research. The results showed that national education experienced problems including the first, the Philosophical Mistakes that interpreted the quality of education with the Achievement Index, second, Weakening the Empowerment of Educators Teachers, Third Education Management was centralized, structuralistic, and bureaucratic, fourth, the learning system is paternalistic, harismatic, militaristic, monologue. Improvement efforts can be taken through three steps, namely First, build awareness at all social levels. Second, strengthening the epistemology of education on humanize humans. Third, strengthening the management of social awareness-based education. Keywords National education problems in Indonesia, national education in the global era, Nassional Education Solutions in the Global Era. Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui permasalahan pendidikan Nasional di Indonesia dalam konteks global. Metode penelitian ini menggunakan library research. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan nasional mengalami permasalahan diantaranya pertama, kekeliruan filosofis yang mengartikan mutu pendidikan dengan Indeks Prestasi, kedua , lemahnya pemberdayaan tenaga pendidik pengajar, ketiga manajemen pendidikan bersifat sentralistik, strukturalistik, birokratik, keempat, sistem pembelajaran bersifat paternalistik, harismatik, militeristik, monolog. Upaya perbaikan yang bisa ditempuh melalui tiga langkah yaitu pertama, membangun kesadaran pada semua lapisan masyarakat. kedua, penguatan epistemologi pendidikan untuk memanusiakan manusia, ketiga , penguatan manajemen pendidikan berbasis kesadaran sosial. Kata Kunci Masalah pendidikan Nasional di Indonesia, pendidikan Nasional di era global, Solusi Pendidikan Nassional di Era Global. Muhammad ZuhdiSeorang muslim dengan tingkat keimanan kepada Allah dan istiqomah yang tinggi akan selalu konsisten dalam perilakunya. Artinya dia akan berperilaku taat hukum, konsisten dengan idealismenya dan tidak pernah meninggalkan prinsip yang dia pegang meskipun dia harus berhadapan dengan resiko maupun tantangan. Selanjutnya, seorang muslim yang konsisten akan dapat mengontrol dirinya dan mengendalikan emosinya dengan baik. Dia tetap konsisten dengan komitmennya, dan juga memiliki pikiran positif, dan tidak pernah kembali ke belakang meskipun dia dalam situasi yang betul-betul tertekan. Gaya perilaku ini bisa menciptakan kepercayaan diri, integritas, dan kemampuan mengendalikan stress yang kuat. Dengan demikian, citra diri seorang muslim adalah sesuatu yang merepresentasikan tentang dirinya. Artinya sejauhmana dia mengevaluasi kualitas dirinya sebagai seorang muslim, keimanannya kepada Allah, dan perbuatan terbaiknya berdasarkan pada ajaranajaran Islam. Evaluasi ini tentunya jarang dilakukan karena mengandung unsur bias subyektif yang tinggi, namun ini merupakan salah satu ajaran Islam yang prinsip karena setiap muslim seharusnya mengevaluasi dirinya sebelum ia nantinya dievaluasi di hadapan Allah. Moslem with high belief in Allah and high “istiqamah” will have a consistency in his attitude. It means that he will conduct accord with the law, consistent with his ideals and never leave his principal although he should face many risks and challenges. Consistent Moslem will be able to control his self and effectively manage his emotion. He is still consistent with his commitment, and also has positive thinking, and never return to the back although in stressful situation. This style of attitude eventually can create strong self-confidence, integrity and skill to manage the stress. Thus, self image of a Moslem is a representing of Moslem about his self. It means how far does he evaluates quality of his self as a Moslem, his faith in Allah and his best doing based on Islamic teachings. This evaluation of course is hardly to be conducted because it has high subjective bias, but it is one of principal Islamic teachings because every Moslem should evaluate his self before he will be evaluated in front of Allah. Nikmah RochmawatiThis paper is motivated by there are some dishonesty in the community, such as hoax news, hate speech, prejudice, cheating, corruption, theft, fraud, robbery that cause anxiety, mutual suspicion and disharmony in social life. Why does this happen? Because teachers at school and parents at home can not build honest characters to their children. Therefore, this writing will describe how teachers and parents form an honest character in children. Stages of character formation will be correlated with psychological theory. The results of the study found that to educate an honest character, children are not only given cognitive knowledge about honesty, but also must touch the level of affection domain and implemented in real Munfaridatus SholihahWindy Zakiya MaulidaEducation in Indonesia is faced with the problem of low morals, in particular among teenagers, such as brawls between students, promiscuity, drugs, and a lack of respect for teachers. In the field of education, the cultivation of students’ character needs to receive great attention. Strengthening character education in the present context is very relevant to overcome the moral crisis that is happening in this country. This condition of moral decadence indicates that the inculcation of religious teachings and character values obtained in school has not been entirely successful because they have not shown significant results on changes in student behavior in their lives. Character education in Islam is in principle based on two main sources of Islamic teachings, namely the Qur'an and Hadith. Thus the parameter of good and bad in a person's character has a certain standard according to the Qur'an and Hadith. As the basis of Islamic education, the Qur'an and Al-Hadith are references to seek, create, and develop paradigms, concepts, principles, theories, and techniques of Islamic education, even in every educational effort. Because it is sourced from the two main teachings of Islam, Islamic education is called the foundation for character education. Keywords Islamic education, character education Abstrak Pendidikan di Indonesia dihadapkan pada masalah rendahnya akhlak terutama di kalangan remaja, misalnya adanya tawuran antar pelajar, pergaulan bebas, narkoba, serta kurangnya sikap hormat kepada guru. Dalam bidang pendidikan, penanaman karakter terhadap peserta didik perlu mendapat perhatian besar. Penguatan pendidikan karakter dalam konteks kekinian sangat relevan untuk menanggulangi krisis moral yang sedang melanda di negara ini. Kondisi dekadensi moral ini menandakan bahwa penanaman nilai agama dan nilai karakter yang didapatkan di bangku sekolah belum sepenuhnya berhasil karena belum menampakkan hasil yang signifikan terhadap perubahan perilaku peserta didik dalam kehidupannya. Pendidikan karakter dalam Islam pada prinsipnya didasarkan pada dua sumber pokok ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an dan Hadis. Dengan demikian, parameter baik dan buruk dalam karakter seseorang memiliki standar tertentu menurut Al-Qur’an dan Hadis. Sebagai dasar pendidikan Islam, Al-Qur’an dan Hadis dalah rujukan untuk mencari, membuat, dan mengembangkan paradigma, konsep, prinsip, teori, dan teknik pendidikan Islam, termasuk juga dalam setiap upaya pendidikan. Karena bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis yang merupakan pokok ajaran Islam, maka pendidikan Islam disebut sebagai fondasi bagi pendidikan karakter. Kata kunci pendidikan Islam, pendidikan karakterUṣūl at-Tarbiyyah al-Islāmiyyah waA Naḥlāwīan-Naḥlāwī, A. 2010. Uṣūl at-Tarbiyyah al-Islāmiyyah wa Asālībuhā fi al-Baiti wa al-Madrasati wa al-Mujtama'i. Damaskus Dār Penelitian Kualitatif Bidang FilsafatKaelanKaelan. 2005. Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat. Yogyakarta MahfudhMahfudh, S. 2012. Nuansa Fiqih Sosial. Yogyakarta Pendidikan dan Perubahan Sosial Teori Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif. Yogyakarta Rake SarasinN MuhadjirMuhadjir, N. 2003. Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial Teori Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif. Yogyakarta Rake Sarasin.
Pengertian Mabadi Khaira Ummah. Mabadi Khaira Ummah Al Mabadi Al Khamsah adalah gerakan pembentukan identitas dan karakter warga NU, melalui upaya penanaman nilai-nilai luhur yang digali dari paham keagamaan yang dianut oleh karena nilai-nilai yang terkandung dalam paham keagamaan Nahdlatul Ulama itu demikian banyak, maka dipilihlah nilai-nilai yang dapat dijadikan prinsip-prinsip dasar mabâdî sebagai langkah awal bagi pembentukan identitas dan karakter warga NU ke dalam Lima Prinsip Khaira Ummah prinsip-prinsip dasar pembentukan umat terbaik, merupakan suatu gerakan penanaman nilai-nilai yang dapat dijadikan prinsip dasar dalam pembentukan identitas dan karakter umat terbaik yang mengandung lima sikap dasar, yaitu As-Shidqu, Al-Amanah wal Wafa bil Ahdi, Al-Adalah, At-Ta’awun dan Al-Istiqamah, sehingga disebut juga sebagai Al-Mabadiul Khamsah Lima Prinsip Dasar, Al Mabadi Al Khamsah.Implementasi dari Khittah NUGerakan Mabadi Khaira Ummah adalah merupakan langkah awal dari pembentukan “ummat terbaik” yaitu suatu umat yang mampu melaksanakan tugas-tugas amar ma’ruf nahy munkar yang merupakan bagian terpenting dari kiprah NU, karena kedua sendi tersebut mutlak diperlukan untuk menopang terwujudnya tata kehidupan yang diridai Allah sesuai dengan cita-cita ma’ruf adalah mengajak dan mendorong perbuatan baik yang bermanfaat bagi kehidupan duniawi dan ukhrawi, sedangkan nahi munkar adalah menolak dan mencegah segala hal yang dapat merugikan, merusak dan merendahkan nilai-nilai kehidupan, dan hanya dengan kedua sendi tersebut kebahagiaan lahiriah dan batiniah dapat dan karakter yang dimaksudkan dalam gerakan ini adalah bagian terpenting dari sikap kemasyarakatan yang termuat dalam Khittah Nahdlatul Ulama, yang harus dimiliki oleh setiap warga Nahdlatul Ulama dan dijadikan landasan berpikir, bersikap dan bertindak. Dengan demikian, Mabadi Khaira Ummah merupakan implementasi dari Khittah Mabadi Khaira UmmahPenanaman Mabadi Khaira Ummah kepada warga NU harus dilakukan secara intensif, terencana dan berkelanjutan melalu berbagai jalur yang dimiliki oleh Nahdlatul Ulama, seperti forum Lailatul Ijtima’. Upaya penanaman melalui kegiatan usaha bersama seperti yang pernah dirintis oleh NU pada masa yang lalu, akan lebih mempercepat tercapainya pembentukan identitas Mabadi Khaira Ummah yang dilakukan oleh generasi pertama NU ternyata telah berhasil menjadikan NU sebagai salah satu organisasi besar yang kokoh dan proses pertumbuhannya begitu cepat, tidak ubahnya seperti pertumbuhan umat Islam pada generasi pertama sebagaimana digambarkan dalam al-Qur’ antara Mabadi Khaira Ummah dan Khittah NU terletak pada keterikatannya satu sama lain yang saling melengkapi. Khittah merupakan landasan, sedang Mabadi sebagai pelaksanaannya. Khittah adalah kepribadian yang dibentuk oleh ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai paham keagamaan tersebut kemudian menjadi landasan berpikir, bersikap dan bertindak warga NU yang harus tercermin dalam tingkah laku perseorangan maupun organisasi. Dengan demikian, Khittah adalah merupakan sumber inspirasi bagi semua kegiatan NU dan Juga KH Mahfudz Siddiq, Perumus Konsep Mabadi Khaira UmmahKhittah NU, Khittah Nahdlatul Ulama, Khittah NahdliyyahGerakan Mabadi Khaira UmmahDengan demikian tuntutan untuk membangkitkan gerakan Mabadi Khaira Ummah setelah dicanangkannya Khittah NU, memang hampir merupakan konsekuensi karena Mabadi Khaira Ummah adalah butir-butir ajaran yang dipetik dari ’moral’ Khittah NU yang harus ditanamkan kepada tekad melaksanakan Khittah NU itu sendiri menuntut pembenahan dan pengembangan NU demi meningkatkan ketangguhan organisasi dan aktualisasi potensi-potensi yang dimilikinya, sesuatu yang mutlak perlu dalam upaya berkarya nyata bagi pembangunan umat, bangsa dan sejarah Mabadi ’Khaira Ummah’ tak dapat dipisahkan dari ’jiwa asli’ NU yang kini disebut Khittah NU itu. Mabadi Khaira Ummah adalah ’sunnah’ atau jejak para pemula al-sabiqûn al-awwalûn kembali ke khittah 26 Khittah NU dapat dimaknai sebagai pengikatan kembali reengagment dengan semangat dan sunnah para pemula ini, maka gerakan Mabadi Khaira Ummah adalah revitalisasi sunnah tadi mengingat relevansinya dengan kebutuhan masa kini, bahkan dengan kebutuhan segala zaman cukup jauh, pembangkitan kembali dan pengembangan gerakan Mabadi Khaira Ummah ini pun relevan dengan kebutuhan pembangunan bangsa dan negara yang sasaran utamanya adalah pembangunan sumber daya manusia SDM.Keberhasilan pembangunan bangsa ini akan tergantung pada upaya pembentukan manusia Indonesia yang tidak hanya memiliki keterampilan saja, tetapi juga watak dan karakter terpuji serta bertanggung jawab sesuatu yang menjadi sasaran langsung gerakan Mabadi Khaira demikian, pengembangan gerakan Mabadi Khaira Ummah ini berarti juga salah satu bentuk pemenuhan tanggung jawab NU terhadap bangsa dan Pengertian Mabadi Khaira Ummah ini diedit ulang oleh Admin di Situs Islam Aswaja NU Cilacap berita NU Cilacap Online NUCOM di Google News, jangan lupa untuk follow Penulis & Editor NU Cilacap Online NUCOM Situs Islam Aswaja Nahdlatul Ulama NU, menghadirkan aktivitas berita informasi kegiatan Nahdlatul Ulama Cilacap -termasuk Lembaga dan Badan Otonom NU- secara Online. Terima kasih atas kunjungan Anda semuanya. Silahkan datang kembali.
Oleh Muhammad Syamsudin Mabadi Khaira Ummah, atau yang biasa disebut sebagai prinsip dasar fondasi menuju khaira ummah umat terbaik sudah dicanangkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang saat itu masih berstatus HBNO Himpunan Besar Nahdlatul Oelama pada yajim 1992. Fondasi ini tertuang secara tegas lewat Keputusan Munas Alim Ulama di Lampung Nomor 04/Munas/1992 tentang Mabadi’ Khaira Ummah. Jika membaca hasil keputusan itu, cukup menarik melihat pesan sejarah yang turut diungkap menjadi bagian lahirnya Mabadi’ Khaira Ummah tersebut. Ada singgungan yang secara tegas disampaikan dalam bagian muqaddimahnya, yaitu hasil dari Konggres NU XIII Tahun 1935. Perlu diketahui bahwa Kongress NU XIII Tahun 1935 mengamanatkan bahwa kendala utama untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar dan menegakkan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah di tubuh Nahdlatul Ulama, salah satunya disebabkan karena lemahnya posisi ekonomi warga Nahdliyin. Untuk itulah maka diperlukan langkah antisipatif dan sekaligus membuka ruang inovasi agar kelemahan dalam bidang ekonomi itu bisa dijembatani sehingga gagasan menuju khaira ummah bisa tercapai. Nah, lahirnya Keputusan No. 04/MUNAS/1992 adalah termasuk kilas balik dan evaluasi terhadap langkah yang sudah diambil dalam pembangunan bidang ekonomi tersebut. Lalu dengan dikeluarkannya fondasi dasar khaira ummah Mabadi’ Khaira Ummah salah satunya adalah dengan harapan dapat dijadikan pilar/payung hukum sekaligus landasan gerak bagi warga Nahdliyin. Hasil dari Munas Lampung Tahun 1992 ini, sekaligus memberi mandat bagi diadakannya sosialisasi Mabadi’ Khaira Ummah melalui program lailatul ijtima’-lailatul ijtima’ di tubuh Nahdliyin khususnya pada wilayah ranting. Di tingkatan cabang, muncul gerakan pembai’atan yang fokusnya sebenarnya ditujukan sebagai wadah konsolidasi warga khususnya pengurus sehingga mereka bekerja secara konsekuen mewujudkan cita-cita NU. Cita-cita umum itu adalah upaya mewujudkan khaira ummah, dan salah satunya melalui pembangunan dunia ekonomi. Terkait dengan pembangunan di bidang ekonomi ini, Hadratussyeikh KH. Hasyim Asy’ari pernah secara khusus menyampaikan maklumat, yang bunyinya “Wahai pemoeda putera bangsa yang tjerdas pandai dan oestadz yang moelia, mengapa kalian tidak mendirikan saja soeatoe badan ekonomi jang beroperasi, di mana setiap kota terdapat satoe badan oesaha jang otonom.” Secara khusus maklumat ini diamanatkan dan dimuat dalam Statuten NU, Fatsal 3 Poin f, yang berbunyi “Mendirikan badan-badan oentoek memadjoekan oeroesan pertanian, perniagaan dan peroesahaan jang tiada dilarang oleh sjara’ Agama Islam.” Dengan menyimak bunyi Statuten ini, maka sebenarnya mandat pembangunan ekonomi itu sudah lama disuarakan oleh NU. Dan tahun 1992, merupakan tahun evaluasi, apakah sudah sampai pada yang dimaksud oleh Hadlratu al-Syeikh apa belum. Karena masih jauh, maka keluarlah Keputusan MUNAS tentang Mabâdi’ Khaira Ummah tersebut. Isi dari Mabadi’ Khaira Ummah hakikatnya ada tiga yang menjadi titik tekan nilai pentingnya dan sekaligus seharusnya menjadi sikap bagi pengurus sekaligus warga Nahdliyin pada umumnya, yaitu 1. Mengupayakan terbentuknya watak al-shidq jujur dan benar dalam setiap ucapan dan tindakan kecuali untuk hal yang dirasa dlarurat 2. Hendaknya pengurus dan warga naahdliyin memiliki sikap al-amanah wa al-wafa’ bi al-ahd, yaitu amanah dan sekaligus siap menepati janji konsekuen 3. Hendaknya warga Nahdliyin memupuk rasa saling ta’awun tolong menolong internal warga Nahdliyin secara khusus dan umumnya dengan umat Islam lainnya selagi tidak dalam urusan yang melanggar syara’ Dari ketiga sikap itu, muncul dua sikap lainnya yang hendaknya dipupuk yaitu sikap al-adâlah adil dalam tindakan dan tidak berat sebelah serta istiqâmah konsisten dalam mengupayakan tercapainya khaira ummah. Nah, setelah perjalanan selama kurang lebih 27 tahun dan 28 tahun untuk tahun 2020 yang akan datang, maka diperlukan langkah evaluatif. Langkah evaluatif itu adalah 1. Apakah selama ini LINU Lailatul Ijtima’ NU sudah berhasil menyosialisasikan mabadi’ khaira ummah tersebut? 2. Apakah tujuan dari pembangunan ekonomi dan kemandirian umat ini sudah terlaksana oleh masing-masing pengurus dan setiap warga Nahdliyin? 3. Jika sudah, maka langkah apa selanjutnya yang perlu diambil guna mewujudkan prinsip pembangunan ekonomi dalam rangka terbentuknya khaira ummah tersebut? 4. Jika belum, apa yang menjadi kendala bagi terlaksananya gerakan ekonomi itu? Ke depan, umat Islam Indonesia akan berhadapan dengan Revolusi Industri Tentu langkah mewujudkan khaira ummah ini akan menjadi semakin berat dibanding tantangan yang muncul di era Mbah Wahab ketika beliau berinisiatif mendirikan Nahdlatu al-Tujjar dengan prinsip Syirkah Inan. Jika era Mbah Wahab, konteks zaman yang dihadapi adalah ekonomi kolonialisme, maka di era sekarang, yang dihadapi bukan lagi sekedar ekonomi kolonial berbasis monopoli pasar, melainkan juga generasi milenial yang memiliki watak berbeda dengan generasi Mbah Wahab. Di Era Mbah Wahab, generasi Islam yang dihadapi adalah generasi santri yang terbuai dengan pesan-pesan romantis teks keagamaan, menjauhi dunia, tajrid, dan lain sebagainya yang menghendaki didobrag. Era sekarang justru merupakan kebalikannya. Era sekarang adalah era ekonomi kreatif yang bisa diciptakan melalui berbagai saluran dengan memanfaatkan peran teknologi. Lantas, khaira ummah yang dikehendaki itu yang bagaimana lagi sekarang? NU akan berperan memberi warna terhadap generasi milenial-kah atau tetap bertahan dan berkutat pada nuansa-nuansa keagamaan dengan fokus pada kajian kitab saja? Kiranya, 27 tahun perjalanan Keputusan Mabadi Khaira Ummah memerlukan langkah antisipatif dan inovatif ke depan. Bagaimanapun, setelah ada fondasi, maka bangunan yang di atasnya adalah mengikuti fondasi itu bagaimana dikonsepsikan. Asesoris dinding bangunan rumah ke-NU-an ini tergantung pada generasi muda yang dimilikinya. Ingat bahwa, potensi kader NU terakhir untuk generasi yang berada di kisaran minimal usia 17 tahun adalah sebesar 79,04 juta jiwa dari seluruh muslim Indonesia. Sebuah potensi kader yang luar biasa besarnya yang merupakan modal dasar tersendiri bagi NU. Modal menuju khaira ummah yang dicita-citakan. Mari fokus mewujudkan! Penulis adalah Wakil Sekretaris Bidang Maudluiyah – PW LBM NU Jawa Timur, dan Peneliti Bidang Ekonomi Syariah – Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur
mabadi khaira ummah artinya